Thursday, April 19, 2007

katrok

Tadi pagi waktu saya asyik kerja, seorang teman saya menelpon (sebelumnya dia ngirim message ke saya, dan udah saya bales, seeh..). Di tengah ributnya kicauan suara ayam betina (baca : suara nyonya" di kantor), dia bertanya bagaimana caranya pergi ke BKB (plaza di tepi sungai musi, tempat sebagian warga muda di kota saya nongkrong) karena bakalan ada acara jalan santai. Disela pertanyaannya, dia nanya lagi sama saya, kok berisik amat dibelakang. Ya saya bilang saya lagi barengan temen" kantor, pembinaan di kantor Desa soalnya kan mau lomba Desa. "Lomba Desa? Ih... katrok amat" Katrok? Rada sensi juga sih dia bilang begitu, tapi dengan sabar saya menjelaskan, kalo di kota Desa itu dinamakan KELURAHAN, jadi kan jatohnya sama aja. Dan teman saya ber-ooo panjang. Kadang" saya emang berfikir, temen" saya yang katanya 'orang kota' itu suka nganggep orang pinggiran itu udik, katrok, dsb (jargonnya Mr. Katrok yang ngetop berkat laptopnya tuh...padahal temen saya yang 'orang kota' itu aja gak punya laptop). Mungkin kadang" orang Desa itu udik, tapi mereka juga ada yang pendidikannya tinggi lho....toh sama aja orang Desa atau Kota itu, lagian terbentuknya kota karena adanya Desa. Saya sadar banget kok, temen saya itu gak bermaksud mengejek atau apapun istilahnya, saya juga sadar, gak semua orang ngerti. Saya dulu juga kayak gitu, karena engga mengerti. Sebelum saya kerja sebagai Pegawai Negeri di kabupaten yang isi kecamatannya terdiri dari beberapa Desa. Orang udiknya emang banyak banget! Saya sering adu mulut dengan masyarakat yang tambeng, dibilangin cara berurusan yang bener masi ngotot aja. Belum lagi para perangkat Desa yang sok tau bikin aturan sendiri, bikin kita semua mesti ngulang" kerjaan, atau malah bikin warganya yang berurusan terpaksa bolak balik gara" berkas yang mau diurus ngga lengkap karena mereka ngga mau ngurusin warganya dengan benar, padahal ongkos yang mereka keluarkan cukup gede. Terlalu banyak problem yang ditimbulkan oleh orang Desa yang kadang lebih sok tau. Salah seorang teman dekat saya, Mr. G pernah bilang ke saya kalo dia ngga suka pegawai pemerintah karena mereka selalu mempersulit warga yang ingin berurusan, terutama soal uang, mereka akan 'mengompas' warga habis"an hanya untuk selembar surat keterangan. Dia kesulitan ketika akan mengurus surat untuk keperluan bisnis kantornya, sementara waktu sudah sangat mepet dan petugas malah ngeyel (he's totally mad at that time). Teman saya yang lain, Ms. L menggerutu sama saya, dia mau bikin KTP dan KK, di'tembak' sama pak Camatnya 100 ribu perkepala (di keluarganya ada 4 orang). Sampai dia bertanya pada saya "Apakah karena saya warga keturunan?" Saya terhenyak mendengar pengakuan dua orang temen saya itu. Terus terang selama ini saya gak pernah susah mengurus surat" (walaupun saya sebal ayah saya selalu memberi tip lebih ke petugas, tapi semua urusan emang selesai tepat waktu), dan selama saya bekerja di instansi pemerintah, saya -dan juga rekan sekantor saya- tidak pernah mempersulit warga yang akan berurusan -kecuali kalau emang berkas mereka nggak lengkap, ya kita suruh balik lagi-, malah kita yang kadang dibuat jengkel oleh katrok dan ngeyelnya orang Desa (kasie saya selalu bilang "beginilah kalo ngurusin orang Desa", padahal dia sendiri orang Desa hehehe). Dan, haloooww... saya gak dikasih uang capek loh sama warga yang berurusan, cuma nerima ucapan 'terima kasih' yang sangat tulus (seseran kantor dikasih bos hehehehe). Menoleh lagi ke komentar temen saya soal 'katrok' tadi, saya jadi berpikir, kalau orang yang tumbuh di kota besar menilai Desa adalah sesuatu yang 'katrok', bagaimana mereka yang mengklaim diri orang kota yang berpendidikan 'tidak katrok' dengan kelakuan seperti itu?

No comments:

Apa kabar?

 Jalan-jalan, ketemu kawan  Kemudian saling bertegur sapa  Hai. Apa kabar?  πŸ˜ΆπŸ’­ Apa kabar... Saya sudah berbulan-bulan insomnia parah, wala...