Monday, June 30, 2014

Tentang Hubungan

Apa sih yang dicari orang dalam sebuah hubungan?

Etdah...bulan puasa malah ngebahas yang begini. Ya jelas ada asal usulnya juga kenapa. Dimulai dari beberapa waktu yang lalu, saya ngetwit komentar saya tentang keramaian jelang pilpres 9 Juli ini. Yang mana pendukungnya pada heboh-heboh semua, yang temenan bisa musuhan, yang pacaran bisa putus, gara-gara beda pilihan. Eh, terus ada temen, mr. A yang mention. Katanya, cek temlen saya yang lagi bahas hubungan.

Hahaha...

Saya lagi ngga bahas hubungan, dimana hubungan saya aja lagi kalah sama kesibukan pilpres. Hih. Ngeselin. Tapi apa boleh buat :(
Hanya aja terusannya, mr. A melanjutkan bahasan via BBM. Yang melaporkan kegagalan perjalanan cintanya. Lagi. :))) *oh...itu toh sebabnya*

Jangan pernah bertanya, mengapa hubungan kita kandas. Kalo dari sudut pandang perempuan, mengapa dia mempertanyakan hubungannya dengan seorang pria, jika menurutnya tidak ada yang bisa diharapkan lebih dari laki-laki tersebut. Perempuan itu maunya jelas. Pacaran, serius, nikah. Udah gitu aja.

Coba kalau dilihat dari sudut pandang laki-laki. Pasti berkilahnya : Saya belum mapan, kerjaan aja masih gini gini aja, gimana mau ngasih makan anak gadis orang?

Komandan aja cerita, waktu dia masih sekolah, ngga mau pacaran. Ngga jelas kapan kerjanya. Tapi dia nembak pacar pertamanya di tahun terakhir dia pendidikan. Setelah setahun berteman. Saya tanya kenapa. Katanya, sudah jelas, selesai pendidikan langsung penugasan. Artinya kerja.
Padahal bisa nembak dari tahun pertama, karena sekolah kedinasan begitu kan udah pasti kerja dan dapet gaji walau masih kadet. Tapi kesayangan bilang, apapun bisa terjadi. Bisa aja pendidikan putus ditengah jalan.

Bener juga....

Makanya laki-laki mikirnya begitu. Dan perempuan maunya pacaran jelas arah tujuannya, menikah.

Jadi, kesimpulan yang bisa saya sampaikan cuma, perbaikin aja diri sendiri (untuk si mr. A). Cari kerja yang bener, seriuslah, trus ketemu perempuan idaman, lamar, gak usah pake pacaran lagi.
Kenapa? Kalau memang serius ingin menikah, menikahlah. Pacaran pas udah nikah aja. Bukannya ikut-ikutan ustadz Felix, tapi bener lho. Pacaran itu boros banget. Mau nelpon perlu pulsa, jalan-jalan pasti ada beli makan minumnya, belom lagi nonton......
Kalo dana sebanyak itu dipake nikah, kan lebih baik.

Nikah ya....
Nikah yang cukup ada wali untuk pengantin perempuannya, saksi dan penghulu untuk membimbing ijab, trus dicatatkan. Acara resepsi segala macem, sesempurna dan sebaiknya aja. Maka, ngga menghabiskan banyak dana. Bener?
Karena reseps itu budaya. Ini yang menakutkan untuk sebagian besar calon pengantin. Belom lagi kehidupan mendatagnya sebagai suami istri, keluarga.

Ya ngga gitu juga, kali.... Rezeki menikah itu ada, beneran. Asal bisa dikelola dengan baik. Tidak boros. Tau prioritas. *pengalaman...hahahaha*

Jadi, yang saya bilang sama mr. A adalah.. kalau sudah niat, yakinkan. Kalau sudah yakin, laksanakan. Orangtua cuma mau anak gadisnya ketemu sama orang yang bertanggung jawab. Karena punya tanggung jawab, lebih artinya dari sekedar mapan terutama secara finansial aja.

Nah, kalau niat udah sedemikian bagus dan indah, masa gak diizinkan dan dikasih jalan sama Allah sih? Hehehehehe....

~ mudah-mudahan jadi pencerahan. Aamiiinnn.~

Sunday, June 29, 2014

(lagi) bahas soal (pendukung) pilpres

........

Sebenernya saya sih males ya, ngebahas hal-hal yang menurut saya low banget. Kurang intelek. Tapi fenomena seperti itu yang sekarang lagi tren. Malah menjadi-jadi memasuki bulan Ramadhan yang seharusnya lebih tenang.

Masih seputar perseteruan antara 2 kubu pendukung capres yang akan berlaga tanggal 9 Juli nanti. 

Berbagai tanggapan muncul dari semua kalangan, cendekia, sampe yang cuma sekedar ikut-ikutan. Yang tergres adalah surat terbuka Tasniem Fauzia, putri Amien Rais. Isi surat itu (menurut saya) menagih janji seorang warga kepada pemimpin daerah. Itu aja. Kalaupun nada dalam surat itu tajam mencela, wajar. Masih dalam taraf kewajaran jika kita tidak puas dengan suatu pelayanan dan menuntut penjelasan.
 
Intermezzo dikit deh. Ayo ngaku, jujur, gak usah pake munafik, sapa yang ngga pernah marah-marah ketika ngedapetin pelayanan yang ngga memuaskan? Mau di restoran, apotik, rumah sakit, pelayanan pemerintahan, dan lain-lain? Siapa?
Dan Tasniem menuntut penjelasan yang sama dari pelayan masyarakat, seorang Gubernur di Daerah Khusus Ibukota. Seorang Jokowi, yang kebetulan mencalonkan diri sebagai Presiden untuk 5 (lima) tahun mendatang.

Tapi reaksi macam apa yang diperoleh?

Sungguh memalukan. Sebagai generasi muda, yang sejak kecil diajarkan untuk santun, disekolahkan agar mengerti intelektualitas, diperkenalkan dengan teknologi..malah melontarkan caci maki dengan bahasa yang benar-benar memalukan untuk didengar ataupun dilihat (karena dalam bentuk tulisan).

Saya teringat lagi komentar Mr. R, supaya tidak reaktif dengan hal-hal seperti itu. Negativisme akan melahirkan hal-hal yang negatif juga. Pengelolaan kata-kata pun penting untuk menenangkan emosi. Boleh saja pendukung Jokowi merasa emosi. Tapi jawaban yang lebih tenang bisa diberikan. Cara pandang kita terhadap apa yang kita dukung menghasilkan perspektif yang bervariasi dalam memberikan komentar.

Menghargai pendapat orang lain itu penting.

Saya ditanya sama kolega, ngajar apa di perguruan tinggi? Saya mengajar Pancasila. Sepele? Iya bagi yang menganggapnya sepele. Bagi saya, penting untuk belajar Pancasila sampai tua, agar mengerti dan paham 5 sila yang ada dalam Pancasila itu bener-bener falsafah hidup bangsa Indonesia, yang intelektual, santun, demokratis dan adil. Sementara, semuanya tidak saya lihat pada para pendukung 2 capres ini...

Prabowo.

Yang tidak mendukung Prabowo, kebanyakan mempermasalahkan ketika reformasi dan peristiwa Trisakti. Dimana Prabowo dituduh sebagai penjahat pelanggar HAM, dengan melakukan penculikan dan pembunuhan tak terdeteksi. Saya juga tumbuh pada masa reformasi itu. Saya mengalami masa-masa demonstrasi karena saat itu saya adalah mahasiswa. Sakitnya diburu dan segala macam kebencian idealis terhadap aparat saya alami. Didepan mata saya, senior saya kritis akibat dipukuli dengan popor senjata ketika berdemo di depan markas militer. Sudah terdesak masih dikejar. Masih kerasa sesak tangis waktu itu. 
Cukup lama saya memandang rendah terhadap aparat, mau ijo atau coklat. Padahal saya cucu pejuang. Tentara. Nasib membawa saya tinggal di eks komplek militer dimana tiap hari saya melihat tentara hilir mudik di depan rumah saya, dan kemudian bekerja di lingkungan dimana salah satu hubungan relasinya dengan aparat.
Kenapa pandangan saya berubah? Karena saya bekerja sebagai pegawai negeri yang juga jelas garis komandonya. Dari atasan, perintah kepada bawahan. Walau tidak seketat aparat, tapi itu yang saya ketahui. Bahwa perintah atasan, sudah melewati uji materi, dan pertimbangan-pertimbangan untuk dilaksanakan, dan segala resiko menjadi tanggung jawab pelaksana.
 
Tidak adil? Mana ada hal yang adil di dunia ini. Mau adil? Jadi atasan. Tapi sekarang lagi ngga ngebahas itu, ya... walau intinya tetap saja sama.

Ya ampun... padahal saya berjanji tidak akan menyebut lantang nama-nama capres hahahaha... biarin ah. Trus nanti yang baca tulisan saya ini menghujat saya. Wkwkkwkwkk. Saya ngga tahan dihujat. Saya temperamental berat :p
Tapi cuma mau mengeluarkan isi kepala saya aja yang udah jengkel liat fanatisme-tidak-pada-tempatnya yang rame ngotor-ngotorin timeline media sosial saya.

Ada bahasan tentang keluarga korban penculikan yang sampe sekarang gak ketauan nasibnya (ya mungkin aja udah ngga ada di dunia lagi ya.... :( ) dan tragedi 98, yang menolak Prabowo jadi presiden. Marah karena ada pendukung yang menyinggung lupakan masa lalu. Masa lalu yang pahit memang ngga mudah untuk dilupakan. 
Saya juga begitu. Tapi trus ada yang bilang sama saya, jika presentase memilih untuk melupakan masa lalu lebih tinggi, apakah kamu mau bertahan atau pergi saja? Pilihan yang berat bukan?
Hak mereka juga untuk tidak memaafkan apa yang sudah mereka alami, tapi bukan berarti harus diekspos sedemikian rupa untuk kepentingan politis. Duka cita mereka hanya milik mereka. Dan pilihan mereka untuk tidak melupakan. Kita tidak berhak mengikut sertakan duka cita mereka untuk menyerang pihak lawan. 

Dan saya juga tau, menjelaskan kepada orang yang tidak mau mendengarkan adalah sia-sia. Makanya orang jadi cenderung memancing emosi untuk menarik perhatian.
Kaum intelek yang benar-benar peduli dengan kemajuan dan perubahan bangsa, akan melakukan lebih daripada cara licik yang tidak bermartabat seperti yang banyak dilakukan sekarang ini.
Tapi, saya suka efeknya. Saya yakin tingkat presentase golput akan jauh menurun karena terpicu emosi dangkal ini :)))

Oh Indonesia... semoga selamat...

Saturday, June 21, 2014

Nilai kepantasan seorang pemimpin

Gaya banget sih, kalo diliat dari titel blog saya kali ini. Tapi beneran, diabaikan atau tidak, kita perlu tau nilai kepantasan jadi seorang pemimpin. Saya banyak melihat fenomena, penghujatan seru pada saat seseorang menjadi pemimpin, kemudian pemujaan tiada normal ketika orang tersebut sudah tidak menjadi pemimpin, tapi pemimpin penggantinya lebih sinting daripada orang itu.

Apakah semua yang dipimpin itu sebodoh itu?

Kayak negara saya yang indah ini. Sepanjang masa kecil saya, saya hanya mengenal 2 orang pemimpin negara. Sukarno dan Suharto. Setidaknya sampai saya mencapai usia jelang dewasa. Kemudian, banyak pemimpin yang sudah menjadi kepala negara. Dan sekarang tibalah untuk memilih pemimpin yang akan memimpin selama 5 tahun kedepan.

Sejak reformasi, kehidupan bernegara di negara ini agak kacau. Kebebasan berpendapat sudah menjadi kabur batasannya. Dan orang tidak menghargai lagi pemimpinnya.
Sampai debat capres beberapa hari yang lalu, terlihat perbedaan mencolok yang kemudian melahirkan kata-kata yang saya yakin banget sudah lama untuk yang bukan pemerhati ketatanegaraan mendengarnya. Negarawan.

Versus Politikus.

Diantara dua pilihan yang mana kubunya sama-sama berdarah panas dan luar biasa, kita sebagai warga negara dituntut pula untuk peka dan jeli melihat jejak bayangan kepemimpinan 5 tahun kedepan yang disajikan tanpa sadar oleh 2 capres-cawapres.

Saya sih cuma mendengar, ngga menyimak banget dengan duduk manis di depan tivi. Gak tahan denger perdebatan antara papa dan mama saya ngomentarin itu -__- Tapi dalam beberapa hal yang disampaikan, saya ngedenger hal-hal yang pernah jadi bahasan antara saya dengan kesayangan, kemudian bahasan itu jadi jawaban cerdas atas pertanyaan konyol yang dipakai untuk menyerang.

Oke. Saya ngga kepingin membahas itu lebih lanjut. Tar jadi polemik. Tapi disitu saya jadi ngeliat perbedaan antara kedua pasang yang mencalonkan diri itu, dan melihat, bahwa satu (mungkin) negarawan, dan yang satu lagi (positif banget) politikus. Walau papa saya lebih suka menyebutnya pesuruh. Karena tipikali sekali disetir.

Apa sih negarawan itu? Dan bedanya dengan politikus?

Mencontek tulisan dari seorang pengamat ketatanegaraan, ada beberapa ciri khas yang menggambarkan negarawan. Yaitu 1) memiliki kemampuan yang sangat cemerlang dan jeli ; lebih merupakan bakat yang terpadu dengan keberanian melawan arus dan bertekad melakukan perubahan dan pembaruan struktural ; 2) berusaha memasuki hal-hal yang total baru, memilih menjadi pelopor atau pionir ; 3) karena hal-hal yang dikemukakan baru, maka konsep yang diajukan mengejutkan dan diragukan oleh mereka yang masih berpikir dengan pola lama ; 4) mampu menawarkan solusi tuntas, reformasi total yang positif dan konstruktif, revolusi yang konstruktif, mampu menawarkan konsep dan aksi menghentikan krisis besar yang melanda satu bangsa dan beberapa bangsa ; 5) mampu menawarkan harapan dan peluang nyata, mampu membangun harga diri yang nyata dan bernilai tinggi ; 6) berani menghadapi resiko bertentangan dengan rezim atau kekuatan yang berkuasa.

Sementara itu, ciri khas politikus adalah 1) kemampuan normal, maksimal mendekati cemerlang, tidak dalam posisi melawan arus, tidak berani mempelopori perubahan dan pembaharuan struktural ; 2) terpaku dalam hal-hal rutin pola lama ; 3) konsep yang dikemukakan adalah hal-hal lama yang sedang berlangsung ; 4) yang ditangani adalah hal-hal biasa, tidak menghasilkan reformasi, tidak revolusioner, dan total tidak menghentikan krisis ; 5) terbatas menawarkan jargon dan retorika tak berguna ; 6) tidak berani menghadapi dan bertentangan dengan rezim yang berkuasa.

Nah, jelas kan perbedaan keduanya?

Ini bukan sekedar mensejahterakan masyarakat dengan memberantas mafia sembako, tau sederet singkatan khas pemerintahan, takut diculik karena kebablasan ngomong, diberangus haknya untuk menulis atau membuat film dan sebagainya. Saya percaya, dalam sistem demokrasi Indonesia, tidak akan ada hukum yang kembali mundur dan membatalkan apa yg sudah berjalan dengan baik. Kalo ditertibkan, ya beda lagi. Yang pasti seandainya kembali seperti itu, rakyat akan berontak. Semua kan tergantung wakil rakyat, bukan presiden. Karena presiden pelaksana hukum rakyat. Kalo kongkalikong, ya beda lagi urusannya.
Lagian bukan berarti yang katanya (bakal) aman kalo jadi presiden, belum tentu. Yang wajib diawasi itu Tim Penasehat. Kalo whisperer-nya aja gak beres, gak bakalan beres, mau itu presiden alim sekalipun.

Mencerdaskan kehidupan bangsa.

Inget kata-kata itu? Salah satu tujuan negara Indonesia. Dan cerdas, gak cuma akademisnya aja, tapi juga intelektualitasnya. Nah, kalo mengomentari aja sudah kurang cerdas, apalagi menjalaninya?

Tuesday, June 10, 2014

Cinta Sejati

Kalo denger kata-kata seperti judul diatas, pasti deh pikiran langsung ke happily ever after ala ala Cinderella, gitu. Ketemu pangeran tampan dan bahagia untuk selamanya.

Gak ada selamanya itu! Hih.

Ah, maaf, agak sensitif... :p
Pokoknya kisah dongeng percintaan akan lewat di dalam benak jika mendengar kata Cinta Sejati. Biasanya yang luluh lantak melting gak keruan ya perempuan. Karena terlahir romantis, dan kebanyakan dicekokin serita dongeng sejak masih kecil. Makanya perempuan disebut cepet dewasa ketimbang pria, ya karena udah diperlihatkan film kartun penuh cinta dari umur belum ngerti apa itu cinta sejati.

Okeks.

Anak gen 90'an tau dooong sama film Cinderella, Snow White, Little Mermaid... Sleeping Beauty? Semua ngajarin bagaimana perempuan bertemu dengan pangerannya. Cinta sejatinya. Trus di film-film itu juga ada penjahatnya. Dari ibu tiri yang kejam, sampe nenek sihir. Tapi kemudian, seiring dengan logika yang meranggas (bahasa gue..... keras amat idupnya ya --, ) orang mulai belajar berfikir dari dua sisi.

Kenapa sih penjahatnya jadi jahat?

Sebenernya juga, pertanyaan ini udah kelontar dari jaman ekek kecil duken (yaolo bahasa gueee.... maap ya...). Cuma, di-cu-ek-in. Nah. Para mama menolak menjawab pertanyaan yang bakalan menghancurkan mimpi anak-anak perempuan. Anak-anak perempuan pemimpi lainnya juga ngga mau mikirin kenapa penjahatnya jadi jahat. Karena jahat ya jahat. Titik.

Barangkali dengan pola perkembangan dan juga asas praduga tak bersalah, karena ini juga menyangkut HAM, sekarang para penulis dongeng mulai memikirkan, kenapa penjahat menjadi jahat? Dan benarkan cinta sejati itu ada antara putri dan pangeran (saja)?

Tonton Maleficent.

Yang ngaku anak gen 90'an, tau banget siapa Maleficent itu. Apalagi kalo udah nonton versi jadulnya Sleeping Beauty-nya raja kartun Walt Disney. Itu tontonan gw sejak jaman masih pake popok. Sampe sekarang. Dari demen ceritanya, lagunya sampe Pangeran Phillipnya yang sungguh beraksen linggis itu....
Tapi, Maleficent, yang diperankan Angelina Jolie (kembaran saya.... :*) sungguh menghadirkan sisi lain villain yang romantis. Dikhianati oleh Stefan, yang mengaku cinta sejatinya, memberi ciuman khayalan, yang kemudian menjualnya demi tahta dan putri raja. Pengkhianatan Stefan yang memotong sayap Maleficent untuk dipersembahkan kepada raja yag sekarat agar dia diangkat menjadi raja, membekukan hati Maleficent yang tadinya penuh kasih dan percaya akan cinta sejati. Yang mendorongnya mengutuk Aurora, putri Stefan, yang akan mati pada usia 16 tahun sebelum matahari terbenam, karena tertusuk jarum pemintal.

Disini serunya melihat seorang peri yang terluka. Sama aja dengan perempuan yang patah hati, dan mengutuk hidup pria yang (pernah) dicintainya, untuk menderita. Perempuan mana yang gak pernah ngutuk mantan, hayo???
Biar kata Stefan nyembah-nyembah, Maleficent gak peduli. Mati aja lo! Anak lo sekalian! (dan kemudian gw bersyukur ini bukan sinetron Indonesia.... dan awas aja kalo ditiru!)
Akibat dari kutukan Maleficent, Stefan memerintahkan untuk menyembunyikan Aurora sampai sehari setelah ulangtahun ke 16nya, dan membakar semua alat pemintal yang ada di negri itu.

Kalo versi kartun, 3 peri baik hati yang membesarkan Aurora jauh didalam hutan supaya gak ketauan Maleficent yang pengen banget liat Aurora mati. Tapi, versi Maleficent beda. 3 peri baik hati yang disuruh ngejaga Aurora sungguh bahlool. Yang ada, ujung-ujungnya yang ngejagain Aurora sampe besar itu malah Maleficent sama gagaknya.

Sisi humanis dan penuh perasaan perempuan dalam diri Maleficent biar kata sekejem alaihim, tetep ada disamping Aurora yang dipanggilnya Beastie (monster. Tapi sama pengucapannya dengan Bestie ya? Sahabat....) sampe Aurora nyebut dia Fairy Godmother. Peri Pelindung.
Kemana-mana dikintilin Aurora, yang tetep aja penuh senyum walo dijudesin, bikin Maleficent luluh. Kaannn.... penjahat juga punya hati... Tapi dia ngga kuasa narik kutukannya. Akibat kemarahan dan dendam, Maleficent ngelempar kutukan ngga nanggung-nanggung, sampe gak ada satu pun kuasa di Bumi yang bisa ngilanginnya. Nyesel deh. Emosi itu memang selalu mengundang penyesalan.

Aurora memang ketemu pangeran Phillip, yang dua-duanya sama-sama terpesona pada pandangan pertama. Akibat ketusuk jarum pemintal, Aurora jatuh tidur. Maleficent sampe nyulik Phillip buat dibawa ke istana, ngebangunin Aurora. Kalo di versi kartun kan Phillip diculik buat diumpetin supaya ngga bisa nyari Aurora yang tidur dan ngebanguninnya. 
Tapi, walaupun Phillip nyium Aurora, Aurora ngga bangun. Beda dengan film kartunnya. Malah Maleficent yang menyesal banget sudah bikin Aurora begitu, trus nyium keningnya, Auroranya malah bangun.

Maleficent bilang, cinta sejati itu ngga ada. Karena dia dikhianati Stefan. Tapi cinta sejati itu pun ngga melulu urusan perasaan antara perempuan dan prianya, tapi kasih sayang yang paling mendasar dari semua jenis kasih sayang dimuka bumi ini, antara ibu dan anak. Ngga mesti sedarah pula.

Gw terharu nonton ini. 

Cinta sejati, terasa pas melukin Bunazeer. Aden ngga mau lagi dipeluk-peluk, katanya udah gede. Tapi tetep aja, impian untuk berpelukan dengan orang yang terkasih dan bergandengan tangan sampe rambut memutih, itupun jadi impian perempuan sampai kapanpun.

Cinta sejati, sejatinya ngga bisa diukur dengan pandangan pertama, atau kasih mahsyuk pria dan perempuannya. Tapi kasih antara dua orang yang benar-benar saling mengasihi sehingga hati saling terpaut satu sama lain. Apakah itu orang tua - anak, kekasih, atau.... sahabat. :)

Saturday, April 26, 2014

Be Assertive

Petang kemarin saya ngobrol dengan salah satu bestie, mr. R.

"Gw sibuk nih, presentasi video program baru. Dari video yang lo aplod, beb"
"Oh. Great."
"Iya! Heran deh gw, kenapa sih orang punya gajet mahal tapi internetnya paket gitu? Pake wifi aja masih males buka video sendiri."
"Hey, santai aja lagi, beb... Don't be that reaction. Be assertive..."

Baca cuplikan percakapan itu, bisa tau gak mana saya, mana dia? :D Ya jelas yang reaksinya keras itu yang saya. Mr. R adalah laki-laki paling kalem yang pernah saya kenal. But also great music director ever.
Kemarin itu dia curhat baca tarot sama saya, sementara saya juga curhat tentang kelakuan saya yang mesti saya kelola dengan benar tanpa emosi yang berlebih. Apalagi karena iritasi tak berkesudahan akibat keacuhan kesayangan... *mulai deh curcol...*

Back to topic.
Nah, bicara lemah lembut itu lebih keren. Coach saya juga pernah bilang begitu. Bahwa saya harusnya bicara dengan lebih penuh kasih sayang. Kalo Mr. R bilang, be assertive. Lebih calm bereaksi ngadepin hal-hal yang bahkan menyebalkan sangat. Otomatis, itu akan menurunkan suhu temperamen kita.

Sepanjang kehidupan saya, baru kali ini saya ketemu dengan orang-orang yang mengajarkan saya bagaimana untuk cooling down. Kenapa diumur segini? Yah, mungkin emang udah waktunya di umur segini lebih tenang. Bahkan kesayangan saya yang cuek itu pun mengajarkan saya untuk lebih bersabar. Bicara dengan lemah lembut memang menyenangkan ya...... :D

Sedari dulu mendengarkan orang yang bilang untuk lebih santai berbicara, tapi ngga ada seorangpun yang memberi tahu impact daripada asertif itu sendiri. Akibat yang ditimbulkan, si temperamental enggan mendengarkan, dan bahkan lebih emosi. Cara kita berbicara memberitahu, pemilihan kata-kata, itu berpengaruh terhadap hasil yang diharapkan ketika kita memberitahukan si temperamental untuk bersabar.

Ketika saya berbicara dengan lemah lembut, mr. R berkata "That's much better to hear, beb..."

Thank you, beb hahahahha

Thursday, April 17, 2014

Dunia Bebas Korupsi

Judul ini adalah khayalan tingkat tinggi *bukanlagupeterpan

Bukannya saya mendukung korupsi, tapi sadar diri, kalo saya itu juga pelaku korupsi. Minimal korupsi waktu. Nah!
Korupsi sendiri bahasa dasarnya latin, corruptio, atau corrumpere yang artinya rusak, busuk, memutar balik, menggoyahkan, menyogok. Dari bahasanya saja, sudah ketahuan usia kata ini sudah berapa lama, dan sejak kapan budaya ini ada.

Meributkan anti korupsi itu bagus. Sangat baik. Tapi yang jadi masalah, sudah baikkah orang yang berteriak-teriak anti korupsi itu?

Kembali dalam nilai yang dianut untuk kebaikan diri sendiri. Sungguh bukan merupakan hal yang baik, turut serta dalam suatu lingkaran-anti-melakukan-sesuatu-yang-bertentangan-dengan-hati-nurani (ya korupsi itu bertentangan dengan hati nurani kan?)

Saya memperhatikan isu hangat yang sedang terjadi belakangan ini. Pertentangan dua kubu pembela keadilan. Yang notabene memerangi, salah satunya korupsi. Tetapi salah satunya merupakan ladang korupsi salah satu terbesar. Alasan, classified file that threatened open

Yup! Ribuan tahun, sejak cendekia pertama lahir di muka bumi dan membagi ilmu pengetahuannya kepada mereka yang juga haus pengetahuan. Harafiahnya sih, korupsi itu perilaku yang tidak wajar yang bertentangan dengan peraturan. Jadi, mau pegawai negeri, swasta, sampe anak sekolahan, semua pernah melakukan perbuatan ini, ringan atau berat, bagaimanapun bentuk konteksnya.

Anak sekolahan, suka korupsi waktu, korupsi uang sekolah atau iuran lainnya. Ngga percaya? Taya diri sendiri ya hehehehehee....
Saya ngaku. Lebih gampang korupsi dari iuran diluar SPP yang sudah jelas nilainya. Ya, buat nambah-nambah uang saku lah... namanya juga pengen ada yg dibeli kalo ada penglihatan :p
Kerja. Korupsi waktu. Ngga bisa di pas ceklok masuk, ceklok pulang. Kalo absensi pake sidik jari, diantara jam masuk sama jam pulang, kabur dulu bentar :D <-- korupsi bukan?

Tapi yang banyak dilihat orang adalah korupsi yang menyangkut pendanaan. Pernah baca koran, seorang oknum kacab sebuah bank yang mengkorupsi uang nasabah. Ironisnya, bank tersebut berbasis syariah, dan uangnya dipake buat judi online. Nah?
Bicara materi memang tidak akan pernah ada habisnya. Semua hal dilihat dari materi. Dan juga kebutuhan hidup, apalagi kebutuhan bersosialisasi. Tapi ngga berarti hidup lo itu harus menyusahkan orang lain. Dengan korupsi.

Kalau ketangkep, siapa yang susah? Sedih? Kecewa? Merasa tertipu?
Yang jelas, keluarga. Yang ngga disadarin, diri sendiri.

Baik juga kalau mulai sekarang, mencoba untuk memilah baik dan buruk untuk kehidupan kita. Ngga bakalan bisa bebas korupsi seutuhnya, tapi minimal tetep punya timbal balik yang baik.

Zsa Zsa Zsu

Saya sih awalnya ngga ngerti apaan itu zsa zsa zsu sampai ngeliatnya pada konteks berpasangan. Oh. Zsa zsa zsu itu artinya GELETAR.

Sesuatu yang terjadi pada hubungannya dengan deg-degan kalo ketemu dengan orang yang kita suka. Terutama yang belum punya jodoh. Ngepas banget.

Feeling macem itu sering juga kerasa, terutama pada saat kita memikirkan pasangan. Yah... mungkin apa yang didapet dari memori apaan sih yang kita lakukan waktu lagi berduaan dengan pasangan. Hahahahaha. Hayo ngapaiiiinnnnn....

Ah sudahlah. Apapun itu, selama tidak membahayakan stabilitas dan keamanan urusan ke-single-an yang mendadak menjadi triple sih, silahkan. Sapa yang bisa ngelarang. Kalau salah seorang sahabat, ms. L bilang sih, getar flirting yang bisa jadi bisa jadi pindah ke springbe.... *kemudian kelindes odong-odong lewat*
Baik.
Kembali ke topik.
Yang namanya cinta, itu selalu jatuh di tempat yang salah. Bener. Saya benera bilangnya. Jatuh di tempat yang salah. Ngga bakalan pernah bener. Kenapa? Supaya kita bisa melihat, karakter yang kita inginkan, belum tentu itu yang kita butuhkan untuk jadi pasangan hidup kita.

Butuh?
Iya. Allah memberikan jodoh yang kita butuhkan. Bukan yang kita inginkan. Dengan hal-hal yang ngga banget yang mungkin kita rasakan, zsa zsa zsu itu akan take over semua pikiran yang kita kira logis, menjadi pikiran yang memang logis.

Cinta itu ngga ada logika. Bener. Karena kitanya yang ngga pengen berpikir dengan logis. Sementara, sebenarnya segala hal tetap harus ditimbang baik buruknya untuk diri kita sendiri terutama.

Dan zsa zsa zsu ini, pasti akan dirasakan walau bukan untuk orang yang kita inginkan, tapi dengan orang yang kita butuhkan. Kata Allah.

~dududu

Thursday, April 3, 2014

Karakter

Kesayangan bilang, kenalilah orang yang menjadi relasi kamu dari karakternya. Baca diri orang itu dari awal kamu bekerja sama dengannya.

Mungkin saya kurang menanggapi hal-hal seperti itu, karena saya enggan memikirkan hal-hal negatif yang ada pada seseorang. Namun, setelah melihat juga, kecenderungan sakit hati itu besar, nampaknya hal seperti ini gak bisa dinafikkan.

Ngga ada orang yang bisa mencegah dia jatuh dalam pergaulan yang mengecewakan baginya. Terutama menilai lamanya pertemanan, kedekatan dan ketergantungan satu sama lain, sulit memikirkan orang itu akan bisa berubah beracun dalam sekejap mata.
Akhirnya kitapun lengah.
Kesayangan mengingatkan, ada hal-hal yang walau dalam positivitas pertemanan, tetap menyimpan bibit negatif. Rasa iri, dengki, terutama yang menjadi alasan dan sadar ngga sadar berperan menghancurkan positif itu perlahan.

Banyak-banyak istighfar. Kalau menurut salah seorang staf saya yang kebetulan jebolan pesantren.

Mengingat keimanan adalah benteng kita berbuat mungkar. Sholat begitu. Tapi melihat begitu banyaknya orang yang menegakkan tiang agama itu, tapi hatinya juga konstan terpelihara hitam, itu tidak cukup. Menundukkan kepala dan ikhlas lebih menuntun kita legowo.

Yang menenangkan memang genggaman kesayangan, yang mengingatkan bahwa begitulah gelombang kehidupan. Bahwa jalan yang mulus itu hadir karena perjuangan, bukan cuma-cuma.

Dan, karakter kita yang terbangun akan lebih baik, melihat cara kita mengatasi segala problema yang terjadi dan terjalin, menguatkan tekad untuk lebih baik.
Menjadi apa yang diyakini oleh diri, dan tidak terpengaruh dengan aroma drama kehidupan, akan membentuk karakter bertambah kuat. Dengan memahami kebaikan walau tertimbun kepalsuan.

Wednesday, January 8, 2014

Balination pt. 4

Lamak kali nyari waktu untuk nyempetin ngelanjutin cerita selama dinas (baca : jalan-jalan) ke Bali ini. Maklum, laporan akhir tahun udah nunggu, dan segala macem rapat pengantar tahun kerja baru. Btw, saya belom punya kalender 2014 *hiks* bener-bener malu-maluin.

Tapi sudahlah. Mumpung ingetan masih susah muvon dari Bali, lanjut dulu ah. Abis menjelajah beberapa pantai dan ditutup dengan sunset di Uluwatu, besoknya jadwal ke Tanah Lot dan Bedugul. Tapi sebelumnya, mampir dulu ke Billabong. Gara-garanya, pas pulang ngelewatin Sunset Road, itu toko majang spanduk gede-gede tulisannya sale up to 70%. Gimana gak pada kalap cobak. Yang pasti, keluar hotel hari selanjutnya, nemplok dulu kesitu dan menjarah beberapa barang yg harganya unbelieveable! Bener-bener hepi. Seengganya oleh" buat beberapa keluarga, terutama papa dan duo bengal kesayangan langsung dapet disitu. Plus oleh-oleh buat kesayangan gede hahaha.

Lalu lanjut perjalanan, menuju Tanah Lot.
Dari dulu saya selalu memimpikan akan mampir ke tempat ini. Saya penasaran dengan hikayat Btara yang membangun pura satu ini. Adanya ular-ular laut yang dianggap suci karena merupakan jelmaan dari potongan tali pembatas yang dilemparkan sang pendeta. 

Tapi beneran lho, aura disini memang terasa beda. Selain memang setiap sudut pulau ini penuh dengan sajen dan wangi dupa, hawa yang dihadirkanpun beda. Dimana-mana saya melihat pecalang yang berjaga. Walau suasana riuh, aroma suci tetap tercium dari pantai ini. Terus saya sempat juga masuk ke gua dimana beberapa ekor ular suci ditempatkan kalo pengunjung pengen liat. Eh, btw, masuk ke lokasi ini kita kena bayar tiket masuk 10rb/orang, trus kalo mau liat uler sucinya, bayar lagi seikhlasnya, tapi kebanyakan orang sih ngasih 5rban.
Ada semacam larangan tanpa bunyi disini. Katanya dilarang mengenakan pakaian berwarna merah di lokasi ini. Atau untuk perempuan, harus bersih, tidak dalam keadaan datang bulan. Apa alasan tepatnya saya ngga tau, tapi pernah ada cerita kejadian ada seseorang yg lagi berdiri melihat-lihat ditebing, tersambar ombak dan jatuh. Dia sih selamat, tapi kantung belanjaannya terlepas dan hilang. Isinya baju warna merah. Bener apa ngganya, hanya Illahi yang Maha Mengetahui :D

Puas di Tanah Lot, rombongan melipir ke gunung. Bedugul. Disini daerah perkebunan untuk wilayah Bali. Ada perkebunan strawberi, dan yang pasti sayur-sayuran. Sayuran disini murah dan segar-segar, layaknya memang wilayah tanam perkebunan sayur sih. Di Bedugul ini ada Candi Kuning. Di desa ini mayoritas muslim Bali bermukim. Ada juga Pura Ulun Danu yang diabadikan dilembaran uang 50rb.

Disini kita asik foto-foto sampe menarik perhatian turis manca. Dan kemudian kita dijadiin objek foto mereka juga hahahaha...... lumayan kan? Antik antik gimana gitu :p

Karena perjalanan hari ini lumayan jauh, akhirnya kita keburu kecapean walau cuma lama di bis doang. Mana abisannya mampir ke Kresna pula, belanja oleh". Beberapa orang di rombongan langsung kalap milih oleh-oleh, beberapa yang lainnya santai. Bukannya apa, keburu kecapean sih, jadi males liat-liat. Eh iya, dana menipis juga hahahahhaa. 

Perjalanan ini juga membuat saya berfikir, kalo mau liburan, waktu yang pas itu 4 hari 3 malam. Rencanain jauh-jauh hari, dan mau ngapain aja di tempat tujuan. 
Saya kepingin balik lagi ke Bali. Dan kali ini, untuk berlibur beneran, dan diving di Benoa. Woohoo!

Apa kabar?

 Jalan-jalan, ketemu kawan  Kemudian saling bertegur sapa  Hai. Apa kabar?  πŸ˜ΆπŸ’­ Apa kabar... Saya sudah berbulan-bulan insomnia parah, wala...