Saturday, June 21, 2014

Nilai kepantasan seorang pemimpin

Gaya banget sih, kalo diliat dari titel blog saya kali ini. Tapi beneran, diabaikan atau tidak, kita perlu tau nilai kepantasan jadi seorang pemimpin. Saya banyak melihat fenomena, penghujatan seru pada saat seseorang menjadi pemimpin, kemudian pemujaan tiada normal ketika orang tersebut sudah tidak menjadi pemimpin, tapi pemimpin penggantinya lebih sinting daripada orang itu.

Apakah semua yang dipimpin itu sebodoh itu?

Kayak negara saya yang indah ini. Sepanjang masa kecil saya, saya hanya mengenal 2 orang pemimpin negara. Sukarno dan Suharto. Setidaknya sampai saya mencapai usia jelang dewasa. Kemudian, banyak pemimpin yang sudah menjadi kepala negara. Dan sekarang tibalah untuk memilih pemimpin yang akan memimpin selama 5 tahun kedepan.

Sejak reformasi, kehidupan bernegara di negara ini agak kacau. Kebebasan berpendapat sudah menjadi kabur batasannya. Dan orang tidak menghargai lagi pemimpinnya.
Sampai debat capres beberapa hari yang lalu, terlihat perbedaan mencolok yang kemudian melahirkan kata-kata yang saya yakin banget sudah lama untuk yang bukan pemerhati ketatanegaraan mendengarnya. Negarawan.

Versus Politikus.

Diantara dua pilihan yang mana kubunya sama-sama berdarah panas dan luar biasa, kita sebagai warga negara dituntut pula untuk peka dan jeli melihat jejak bayangan kepemimpinan 5 tahun kedepan yang disajikan tanpa sadar oleh 2 capres-cawapres.

Saya sih cuma mendengar, ngga menyimak banget dengan duduk manis di depan tivi. Gak tahan denger perdebatan antara papa dan mama saya ngomentarin itu -__- Tapi dalam beberapa hal yang disampaikan, saya ngedenger hal-hal yang pernah jadi bahasan antara saya dengan kesayangan, kemudian bahasan itu jadi jawaban cerdas atas pertanyaan konyol yang dipakai untuk menyerang.

Oke. Saya ngga kepingin membahas itu lebih lanjut. Tar jadi polemik. Tapi disitu saya jadi ngeliat perbedaan antara kedua pasang yang mencalonkan diri itu, dan melihat, bahwa satu (mungkin) negarawan, dan yang satu lagi (positif banget) politikus. Walau papa saya lebih suka menyebutnya pesuruh. Karena tipikali sekali disetir.

Apa sih negarawan itu? Dan bedanya dengan politikus?

Mencontek tulisan dari seorang pengamat ketatanegaraan, ada beberapa ciri khas yang menggambarkan negarawan. Yaitu 1) memiliki kemampuan yang sangat cemerlang dan jeli ; lebih merupakan bakat yang terpadu dengan keberanian melawan arus dan bertekad melakukan perubahan dan pembaruan struktural ; 2) berusaha memasuki hal-hal yang total baru, memilih menjadi pelopor atau pionir ; 3) karena hal-hal yang dikemukakan baru, maka konsep yang diajukan mengejutkan dan diragukan oleh mereka yang masih berpikir dengan pola lama ; 4) mampu menawarkan solusi tuntas, reformasi total yang positif dan konstruktif, revolusi yang konstruktif, mampu menawarkan konsep dan aksi menghentikan krisis besar yang melanda satu bangsa dan beberapa bangsa ; 5) mampu menawarkan harapan dan peluang nyata, mampu membangun harga diri yang nyata dan bernilai tinggi ; 6) berani menghadapi resiko bertentangan dengan rezim atau kekuatan yang berkuasa.

Sementara itu, ciri khas politikus adalah 1) kemampuan normal, maksimal mendekati cemerlang, tidak dalam posisi melawan arus, tidak berani mempelopori perubahan dan pembaharuan struktural ; 2) terpaku dalam hal-hal rutin pola lama ; 3) konsep yang dikemukakan adalah hal-hal lama yang sedang berlangsung ; 4) yang ditangani adalah hal-hal biasa, tidak menghasilkan reformasi, tidak revolusioner, dan total tidak menghentikan krisis ; 5) terbatas menawarkan jargon dan retorika tak berguna ; 6) tidak berani menghadapi dan bertentangan dengan rezim yang berkuasa.

Nah, jelas kan perbedaan keduanya?

Ini bukan sekedar mensejahterakan masyarakat dengan memberantas mafia sembako, tau sederet singkatan khas pemerintahan, takut diculik karena kebablasan ngomong, diberangus haknya untuk menulis atau membuat film dan sebagainya. Saya percaya, dalam sistem demokrasi Indonesia, tidak akan ada hukum yang kembali mundur dan membatalkan apa yg sudah berjalan dengan baik. Kalo ditertibkan, ya beda lagi. Yang pasti seandainya kembali seperti itu, rakyat akan berontak. Semua kan tergantung wakil rakyat, bukan presiden. Karena presiden pelaksana hukum rakyat. Kalo kongkalikong, ya beda lagi urusannya.
Lagian bukan berarti yang katanya (bakal) aman kalo jadi presiden, belum tentu. Yang wajib diawasi itu Tim Penasehat. Kalo whisperer-nya aja gak beres, gak bakalan beres, mau itu presiden alim sekalipun.

Mencerdaskan kehidupan bangsa.

Inget kata-kata itu? Salah satu tujuan negara Indonesia. Dan cerdas, gak cuma akademisnya aja, tapi juga intelektualitasnya. Nah, kalo mengomentari aja sudah kurang cerdas, apalagi menjalaninya?

No comments:

Apa kabar?

 Jalan-jalan, ketemu kawan  Kemudian saling bertegur sapa  Hai. Apa kabar?  πŸ˜ΆπŸ’­ Apa kabar... Saya sudah berbulan-bulan insomnia parah, wala...