Saya bukannya mau ngebahas bukunya Jane Austin.. Iya, saya suka banget dengan novel kuno ini, karena pesan moral yang disampaikan didalamnya tak lekang oleh waktu, bahkan berulang-ulang.
Bayangkan saja, Elizabeth Bennet bilang : Faktanya adalah kamu sudah lelah menerima segala kesopanan, kehormatan dan perhatian yang berlebihan, muak dengan para wanita yang berbicara, memandang dan berusaha keras untuk mencari persetujuan darimu. Lalu aku datang, dan kau langsung tertarik padaku karena aku sangat berbeda dari mereka --> ke Mr. Darcy.
Sampai sekarang masih ada perempuan yang dengan kebanggaannya (Pride) dan persangkaannya (Prejudice) mampu mengatakan seperti itu kepada pria yang datang padanya.
Untuk seorang wanita secerdas Lizzy Bennet, arogansi bukanlah sesuatu hal yang tidak biasa, bahkan untuk wanita pada zaman itu. Dengan tegas ia mengatakan hal tersirat, bahwa wanita juga berhak menolak sehebat apapun pria dihadapannya.
Tidak perlu berpikir panjang dan bersikap munafik apabila kita memang tidak menyukai seseorang yang menurut kita terlalu sombong dan menilai segala sesuatu dengan strata sosial.
Saya lagi menghadapi persoalan yang sama. Ditengah dilema antara cinta dan harga diri saya, saya tidak mau dibilang sombong dengan mengedepankan harga diri saya. Tetapi saya tidak mau jadi yang kedua, yang datang bila dipanggil. Saya bukan selir, yang dipake waktu senang dan dilupakan setelah ada yang lain. Kalau mau adil, maka adillah. I dont like to be the second. Kalau kamu tidak bisa memilih, silahkan angkat kaki.
Sombong?
Saya rasa tidak. Itu adalah ketegasan. Karena sikap yang tertutup bisa menimbulkan persangkaan yang negatif, jangan salahkan orang lain yang menilai seperti itu. Namun apabila tidak ingin salah, selami dengan baik orang itu, pahami. Bila tidak sanggup, lebih baik tinggalkan saja.
No comments:
Post a Comment