Usia 25 itu adalah usia paling rawan dari satu fase kehidupan manusia. Makanya disebut a quarter life's crisis. Bukan juga krisis yang separah apa, hanya aja bagi sebagian orang, usia 25 adalah usia dimana hidup yang sesungguhnya dimulai. Selesai pendidikan, memasuki dunia sosial dimana tidak ada batasan usia untuk bersaing. Hanya ada atasan - bawahan, profesional - klien, pemenang - pecundang.
Usia 25 juga menakutkan bagi sebagian orang yang sedang menuju kearahnya, terutama mereka yang masih belum memiliki pandangan dan rencana apa yang akan dilakukan diusia ini. Apakah sudah sukses, mau sukses, akan sukses, menjalani sukses atau kehilangan sukses.
Sebenernya sih tidak perlu dipermasalahkan :)
Pada usia 25, saya sudah bertanggungjawab pada seorang bayi manis yang hadir diusia 22. Pada usia 25, saya sudah mengalirkan lebih banyak airmata, keringat dan merasakan putus asa karena mencari rasa hidup yang bagaimana yang ingin saya berikan pada keluarga saya, terutama anak perempuan saya.
Dan pada usia 25 adalah saat pertama saya memasuki dunia kerja di birokrasi yang njelimet, politis dan kejam.
Usia 25 saya, yang walaupun sudah punya anak dan terbilang dewasa, sudah harus menghadapi konspirasi, siap atau tidak siap. Tidak ada istilah 'persiapan' melainkan harus langsung dihadapi dengan strategi mendadak yang harus dipikirkan dengan segera. Usia 25, saya belajar bahwa hidup, tidak semudah dan seenteng anggapan sebagian orang yang diusia itu belum bekerja. Usia 25, pahit getir para pencari kerja tidak seberapa dibandingkan menghadapi pengadilan moraliti masyarakat, dimana benar salah ditentukan oleh pandangan masyarakat, bukan bukti. Usia 25, a quarter life's crisis itu lebih enteng daripada pukulan telak pada kemampuan logika.
Tuhan memberikan waktu yang mengalir seperti air, dengan artian, bahwa aliran yang sama tidak akan pernah datang kembali. Segalanya baru. Semua kesempatan pertama. Dalam pencapaian kesempatan pertama sebagai orang dewasa yang bermartabat dan patut diperhitungkan dalam sosio-komuniti, sudah seharusnya tidak disia-siakan begitu saja.
Usia 25 datangnya cuma satu kali. Moment titik nadir dari kehidupan sebagai manusia beradab, sosialis dan organisatoris. Punya waktu 24 jam yang bila dipahami dengan imajinatif, bukan cuma sekedar IQ tetapi seimbang dengan EQ, bahwa waktu itu benar-benar efektif. Tidak ada waktu untuk berdiam diri. Dengan atau tanpa dukungan orang terkasih.
Ketika menuliskan pemikiran saya ini, saya mengingat seseorang yang sangat berarti dalam hidup saya, walau dia tidak menyadari arti kehadirannya dalam hidup saya. Bahwa ia mengingatkan saya pada usia 25 saya. Bahwa dia membuat saya mengulangi masa-masa pahit manis usia 25. Dan bahwa ia mengingatkan saya akan perjuangan a quarter life's crisis saya.
Saya berharap momen-momen selama menjalani usia 25 ini, dia tidak menghamburkan waktu tersia-sia dengan berdiam dalam kegelapan semu. Melakukan hal-hal yang tidak lebih penting dari pengharapan terhadap kebahagiaan orangtua.
Usia 25 itu, momen terbaik dalam hidup yg pantas dibawa hingga 25 tahun mendatang, atau lebih.
No comments:
Post a Comment